Kayu Jati Raksasa dari Cagar Alam

Kendari Pos 2009-09-07/Halaman 12  Aneka

Dikirim ke Bali Untuk Pembuatan Peti Jenazah

Kendari– Berita teranyar dari Muna masih terkait dengan dugaan penjualan enam batang kayu jati raksasa berdiameter  1 meter yang berasal dari cagar alam Napabalano Kabuapten Muna.

Indikasi penjualan kayu jati yang mestinya dilestarikan dan dilindungi itu, diungkap ketua Swami, Ikhlas Muhammad.

Ungkap ia, kayu jati raksasa tersebut bisa lolos dari cagar alam Napabalano karena di duga oknum aparat kehutanan Kabupaten Muna.

“Lolosnya kayu jati tersebut dari Cagar alam Napabalano diduga karena adanyaa andil dari aparat Dinas Kehutanan. Modus operandi kejahatan ini dikenal dengan sebutan dokumen terbang”, jelasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa Agustus lalu, kayu jati tersebut jadi temuan KRPPH Bonea. Sebelum diangkut menuju ke Baubau, tiga batang lainnya dititip di rumah salah satu seorang petinggi Dinas Kehutanan Muna, Raha (30/8), dengan pengawalan ketat dari Polhut, kayu-kayu itu dimuat dengan mobil tronton 10 roda tanpa plat mobil.

“Ada tiga 3 unit mobil yang mengawal kayu tersebut yaitu satu unit mobil milik Polhut muna serta dua mobil pribadi. Mobil tronton itu sempat mogok dan ditahan dikepolisian disekitar Warangga.

Sampai di desa Tombula, Kecamatan Tungkuno, dokumen kayu diterbitkan menggunakan IPKR atas nama La Mogo.

IPKR tersebut telah habis masa berlakunya. Dokumen kayu diterbitkan pejabat penerbit Dishut Muna atas nama La Zakiri.

Berdasarkan dokumen yang ada, kayu dibeli oleh PT Alam Bali yang selanjutnya akan dibawa ke Bali menggunakan kontrainer melalui pelabuhan Murhum Baubau.

Ia juga menyatakan, kayu jati raksasa tersebut merupakan pesanan khusus untuk dijadikan bahan baku pembuatan peti jenazah.

Pembeli atas nama Sutrisno, berdomisili di desa Wakumoro. Terkait kasus penyelundupan kayu dari cagar alam Napabalano, ada beberapa orang yang harus bertanggung jawab yakni  La Mogo sebagai pemilik IPKR dan Mukadimah sebagai Kadishut Muna.

Surat rekomendasi angkutan yang dikeluarkan Kadishut muna No. 262/1739/DKM tanggal 29 Aguatus 2009 atas nama Roni. Dalam suarat mencantumkan jumlah kayu yang akan diangkut sebanyak 6 batang dengan tujuan CV Tiara Mas di Desa Wakumoro, Kecamatan Parigi. Alasan yang disampaikan dalam surat bahwa kayu tersebut untuk kebutuhan Pemda Muna.

‘Hasil konfirmasi kepada Kaharuddin selaku direktur CV Tiara Mas menyatakan, tidak tahu menahu dengan kayu tersebut dan melakukan jika kayu tersebut dibawa perusahaannya.

Pengakuan Satpam CV Tiara Mas selama kurang lebih dua jam, tapi karena pintunya tertutup, maka mobil tersebut pergi melanjutkan perjalanan ke arah Wamengkoli’, jelasnya.

Terakhir, Ilhas Muhammad mengharapkan Kapolda Sultra, Brigjen Polisi Sukrawardi Dahlan segera mengambil alih penanganan perkara tersebut.

Pengerukan "Coba-Coba" Teluk Kendari

Kendari Pos 2009-09-05/Halaman Lingkungan

Proyek pengerukan lumpur Teluk Kendari yang dilaksanakan Pemkot kelihatan tanpa perencanaan yang benar.

Buktinya adalah kegagalan operasional pengerukan yang hingga kini belum juga jalan, masih sebatas coba-coba alat, kendati sudah setahun lebih dianggarkan.

Kepala Dinas PU Kota Kendari, Syamsul bahri Sangga, yang bertanggung jawab secara teknis atas proyek miliaran rupiah terebut hanya bangga dengan keberhasilan perakitan rancang bangun dan rekayasa mesin pengeruk Teluk Kendari. Sementara dia tidak risau dengan kegagalan mengeluarkan lumpur dari dalam teluk sebagaimana tujuan proyek diadakan.

Ia mengakui beberapa kendala yang dihadapi dalam proyek pengerukan tersebut, diantaranya karena lumpur bersenyawa dengan air sehingga lumpur yang telah diisap kembali lagi ke laut, dan lumpur yang cukup padat sehingga mempenagaruhi proses pengisapan.

Selain itu, jaringan untuk mengendapkan lumpur belum bagus dan kapal pengeruk operasi baru dua unit. Kedua kapal rakit inilah yang hingga kini sedang dalam proses uji coba, walaupun telah menelan anggaran sebanayak Rp 1, 5 miliar.

“Kapal pengeruk itu terus melakukan trial termasuk operatornya sedang mempelajari kapal tersebut. Proyek ditenderkan. Nama proyek rancang bangun dan rekayasa kapal.

Jangan masyarakat mengira, dengan menggunakan dua kapal unit lantas bisa menyelesaikan pengerukan teluk seluas 2000 hektar dalam sepekan.

Dengan menggunakan 10 unit kapal saja masih membutuhkan dua tahun proses pengisapan yang berjalan secara terus-menerus. Artinya, jika hanya dua unit, itu pengerukan bisa mencaapi 5 sampai 10 tahunan”, tuturnya.

Penuturan Kadis PU tersebut seakan membuka kedok bahwa proyek itu memnang dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Pemkot Kendari dinilai melaksanakan proyek “coba-coba” terhadap pengerukan Teluk Kendari, sehingga merugikan keuangan daerah.

“Sistem try dan error yang sementara dilakukan Pemkot dalam pengerukan lumpur teluk seharusnya tidak boleh terjadi” katanya.

“Kenapa harus “coba-coba” sementara kita mempunyai anggaran dan sumber daya yang tersedia. Kesalahan karena perencanaan yang tidak baik,” katanya.

Menurut untuk perencanaan yang baik maka sebelumnya sudah ada perhitungan kapasitas mesin, daya sedot, dan hal teknis lainnya. Dengan demikian maka anggaran yang disiapkan, tidak mubadzir.

Sejauh ini belum ada penjelasan resmi dari Pemkot Kendari kepada DPRD soal “terbelangkainya” proyek tersebut.

Anggaran DPRD Kota Kendari Syamsudin Rahim, ikut menyorot bahwa kehadiran dua unit kapal kerok yang sampai saat ini belum bisa dimaksimalkan adalah langkah pemborosan anggaran” katanya.

Demikian pula dengan Ketua DPRD Kendari Abdul Razak yang mepertanyakan kapasitas dari mesin terbut.

“Selama ini, belum ada penjelasan teknis dari ekskutif terkait daya mesin penyedot”, kata Razak.

Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Kendari, alamsyah Lotunani seakan lepas tangan terhadap kegagalan proyek tersebut. Ketika ditanya wartawan soal persoalan biaya yang digunakan dalam pengerukan teluk dia melempar kepada Dinas PU Kota kendari,

Hanya saja ia sendiri memberi lampu merah untuk penganggaran pada APBD perubahan. Untuk mengusulkan itu, harus jelas dulu satu program dan sudah jelas hasil yang diharapkan dari peruntukkan biaya APBD sebelumnya.

Jadi, kalau sudah ada hasil dalam jangka waktu dekat, maka itu baru bisa diikutkan dalam penguslan APBD perubahan 2009.

Wakil Walikota Kendari, Musadar Mappasomba, pun kelihatan ingin menyelamatkan diri dari permasalahan ini. Nada komentarnya menjurus kepada dukungan antisipatif yang selama ini disuarakan LSM.

Menurut Musadar, jika hanya sekadar proses pengerukan tanpa ada tindakan pencegahan sumber masuknya lumpur teluk Kendari maka pengerukan itu memang tidak efektif”, katanya.

Komentar ini, pekan lalu, diucapkan Direktur Ekskutif Lepmil-Sultra, M Alim Nur, bahwa pengerukan tak akan optimal sehingga untuk jaminan keberlanjutan, jalan penyeleseian mesti dengan mengatasi asal-usul pendangkalan itu sendiri.

Menurut Musadar, pemkot juga akn melakukan tindakan pencegahan sedimentasi sebelum masuk ke teluk.

“Pencegahan di hulu dilakukan dengan membangun cekdam, pembersihan dan penghijauan. Seharusnya jika pencegahan ini dilakukan di tingkat provinsi. Lumpur yang masuk ke Teluk Kendari bukan hanya berasal dari Kendari tapi juga kiriman dari kabupaten lain seperti Konawe dan Konsel”, katanya.

Perlunya koordinasi dengan Pemrov Sultra sebab, menurut Musadar, jika pun teluk cekdam, maka beberapa desa di Konsel akan tenggelam. oleh nya itu, harus dipertemukan beberapa daerah ini dengan mediasi Pemrov guna membahas penanggulangan masuknya sedimentasi ke Teluk kendari. Nilai manfaatnya jika dapat dibuatkan cekdam adalah bisa untuk pengairan, sumber pengolahan air minum dan tempat rekreasi.

Cara penanganan yang lain adalah membuat karakter pada masyarakat dengan meningkatkan kesadarannya akan pentingnya kebersihan sungai. Jadi, perilaku buruk masyarakat membuang sampah sembarang ke sungai dapat diatasi sekaligus melakukan penghijauan.

Perlu Penanganan Terpadu

Kendari Pos 2009-09-05/Halaman Lingkungan

Sebetulnya bagi sebagian masyarakat Kota Kendari sudah tidak terkejut dengan “kegagalan” proyek pengerukan dan atau penyedotan lumpur Teluk Kendari yang diprogramkan Pemerintah Kendari.

Dasar berpikirnya adalah kebiasaan pemerintah yang mengedepankan target proyek dibandingkan hasil yang lazim dijumpai pada masa orde baru.

“Secara pribadi, saya tidak begitu terkejut bila Pemkot Kendari berani menggelontorkan lumpur di Teluk Kendari, atau memasang perangkap sedimen misalmya”, ungkapnya kemarin.

Menurut Amar, hal itu dilakukan Pemkot karena penentu kebijakan di daerah ini adalah seorang enginer yang lebih memhaami pendekatan teknik, ketimbang manajerial atau kultural.

Bisa pula karena keterbatasan informasi diantara anggota dewan, oleh karena itu, pihak semestinya menawarkan beberapa opsi alternatif secara kuantitatif bisa menunjukkan trade of masing-masing kepada pengambil kebijakan di daerah.

Mengapa secara kuantitatif? “Untuk menghindari perang opini atau asal bunyi dan agar proses pengambilan kebijakan politik tentang Teluk Kendari bisa semakin rasional. Unhalu seharusnya bisa membaca peluang ini”, katanya.

Menurut ia, kebijakan Teluk Kendari yang baik semestinya tidak saja membentuk perilaku warga Kota Kendari, tapi mesti mampu mengubah modify perilaku warganya. Ini bisa tercapai bilamana dinamika politik Kota Kendari dan wilayah sekitarnya dan diikuti beberapa penyesuaian sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Adalah hal yang sangat aneh, bila tidak ada perubahan kebijakan tentang Teluk Kendari, sementara kebutuhan dan sumber daya daerah ini sudah berubah demikian rupa. Tampaknya, ada pengabaian struktur terhadap salah satu icon sejarah di kota ini.

Sementara itu, kebijakan pengerukan Teluk Kendari dinilai dapat membahayakan biota laut. Dewan daerah Walhi Sultra, Susi, menyatakan perlu ada pengkajian sangat teliti dalam hal pengerukan teluk, sehinga tidak menimbulkan dampak pada lingkungan.

“Namun, upaya pengerukan dari Pemkot, tetap dilihat sebagai niat baik, pemerintah untuk menyelamtakan teluk yang kita banggakan bersama. Sehingga, selain pengerukan teluk pemerintah juga perlu melakukan pembenahan tata ruang untuk pengembangan kawasan pesisir dan teluk, yang berorientasi pada upaya mempertahankan daerah resapan.

Selain itu perlu ada tindakan pemulihan kawasan DAS yang bermuara ke Teluk Kendari, dengan penanaman kembali mangrove di sekitar teluk”, ungkapnya.

Direktur Walhi Sultra,Hartono menambahkan solusi pendangkalan Teluk Kendari tidak cukup hanya dengan pengerukan Teluk, tetapi  perlu diketahui apa penyebabnya.

“Hasil investigasi Walhi Sultra, penyebab pendangkalan Teluk Kendari paling tidak dapat dilihat dari sisi konvervasi hutan mangrove menjadi ruko dan fasiltas lainnya, seperti SPBU, dan pelebaran jalan disisi lain, secara alami DAS tidak mengenal batas administrasi buatan manusia, karena DAS suatu ekosistem dan untuk kasus Teluk kendari Kabupaten Konsel dan Konut berkontribusi terjadinya pendangkalan Teluk Kendari karena suplay sedimentasi terus terjadi konservasi hutan menjadi wilayah pertambangan dan perkebunan,” lanjutnya.

Ia juga memberikan solusi terhadap pendangkalan Teluk Kendari, diantaranya harus adanya keinginan dan usaha yang kuat dari instansi yang terkait dalam menjalin kerjasama yang baik dengan instansi lain yang berada di luar administarsi dalam menangani erosi dan sedimentasi wilayah DAS.

“Selain itu kerjasama lintas kabupaten kota dan provinsi harus berjalan dengan baik, sehingga penanganan Teluk Kendari menjadi kegiatan yang terorganisir secara optimal.

Tidak kala pentingnya membawa tema pengembangan kawasan Teluk Kendari secara bertahap dengan strategi penanganannya berupa pengendalian sedimentasi dan aktivitas ekonomi di DAS,” tambahya.

“Kalau solusi tidak laksanakan, kemumngkinan akan menimbulkan dampak yaitu sering terjadi banjir di saat musim penghujan tiba, dan bertepatan dengan air pasang, ekosistem Teluk Kendari hancur dan kotor, serta terumbu karang yang menjadi rumah ikan juga akan hancur,” katanya.

Polisi Didesak Tangkap Pencuri Jati Napabalano

Kendari Pos 2009-09-05/Halaman 9 Bumi Anoa

Raha– Hasil penusuran mengungkapkan, sembilan kubik kayu jati yang ditangkap di Baubau pekan lalu, memang berasal dari Muna. Informasi itu disebutkan orang-orang yang dihimpun daLam LSM Swami Raha.

Kayu Jati tiga log berdimensi lebar satu meter itu, bulan lau dititp di rumah KRPH Bonea dan berstatus temuan.Sedangkan, tiga batang lainnya dititip di rumah salah seorang petinggi Dishut Muna.

Minggu (30/8), pagi lalu, kayu itu dimuat dengan tronton plat merah bernomor polisi DT 9656 C dan dikawal ketat tiga unit kendaraan milik Polhut Muna dan dua mobil berplat pribadi.

Dalam perjalanan, mobil tronton itu sempat rusak di Warangga dan kemudian diperbaiki. “Anehnya, saat di hutan Warangga mobil tornton itu sempat ditahan pihak Polres Muna, tapi entah bagaimana akhirnya lolos juga ke Baubau. Lucunya, lagi tiba di Wakumoro, iring-iringan mobil pengawal kayu berhenti di perusahaan berlabel PT Firman.

Setiba di Desa Tombula, barulah dokumen diterbitkan oleh penerbit La Zakiri melalui IPKR atas nama La Mogo. Dalam dokumen itu tertulis tujuan pengangkutan adalah PT Jati Alam Bali melalui pelabuhan Murham Baubau”, beber Ilyas dari LSM SWami.

Versi keduanya, kayu berukuran besar itu dipesan untuk pembuatan peti jenazah di Bali. Pembeli kayu itu atas nama Sutrisno yang juga karyawan PT Jati Alam Bali di Desa Wakumoro.

“Kami sedih, kayu jati Muna itu adalah bagian sejarah panjang daerah ini. Disinyalir ada mafia kayu jati berkerja secara terorganisir di Dishut Muna. Salah satu buktinya, pengangkutan kayu yang di duga dari cagar alam Napabalano itu dikawal para petinggi Dishut Muna.

Bagaimanapun Kadishut Muna, Mukadimah, Kasubdin Peredaran Dishut, Nestor Jono,Bahar (Pengelola Dokumen Dishut Muna), Sahirudin Gande serta La Mogo adalah pihak yang di duga terlibat dalam mafia kayu jati itu.

Kami minta Polres Muna segera mengusut oknum Dishut Muna yang diduga terlibat pencurian di cagar alam Napabalano, termasuk perusahaan yang mengangkut kayu tersebut.Ini PR baru bagi Polres Muna dan Polda Sultra”,geramnya.

Ditempat terpisah, Kasubdin Peredaran Hutan, Nestor Jono membantah jika sembilan kubik kayu jati itu berasal dari cagar alam Napabalano.

“Haram hukumnya mengeksploitasi hasil hutan cagar alam di mana pun. Kayu yang diterbitkan La Zakiri itu bukan berasal dari cagar alam Napabalano. Ini sudah diklarafikasi petugas Resort Konservasi Alam Tampo”, jelas Nestor Jono ketika dihubungi via ponsel kemarin.

Kadishut Muna, Mukadimah yang juga coba dikonfirmasi tak berhasil.

Perlu Belajar Di Cilacap

Kendari Pos 2009-09-05/halaman Lingkungan

Pemerintah Kota Kendari perlu belajar di Cilacap yang telah sukses mengeruk pendangkalan perairan “Segara Anakan” bermuaranya sungai-sungai yang di sekitarnya. Saran tersebut disampaikan ahli pengelolaan wilayah pesisir Universitas Haluoleleo, Ir H La Sara Msi PhD.

“Saya pernah berkunjung dan melakukan penelitian di sana, yang mana posisi perairan Sagara Anakan mirip dengan posisi Teluk Kendari.

Pemda Cilacap, katanya melakukan pengerukan perairan tersebut atsa dasar pertimbangan nilai ekonomi besar, selain potensi perikanan untuk masyarakat. Tetapi pengerukan itu membutuhkan biaya yang sangat besar karena alat pengeruk lumpur hidroteknologi di datangkan dari Belanda.

Lumpur-lumpur tersebut dialirkan melalui pipa melewati selat Nusambangan dan Ciamis, bermuara ke Samudera Hindia. Sehingga lumpurnya tidak mungkin kembali lagi dan proses sedimentasinya tidak ada.

Untuk lumpur Teluk kendari perlu pengkajian lebih dalam lagi kalau misalnya lumpur akan dibuang ke Laut Banda, perairan Wawonii, dan Bokori, apakah tidak menimbulkan masalah baru. Terutama terkait dengan ekosistem di perairan tersebut.

“Pelu diketahui bahwa pola pasang surut daerah kita adalah semidurnal (dua kali pasang dan dua kali surut, dengan jelang antara pasang dan surut adalah 5 jaam 45 menit” ungkapnya.

Jadi, ketika lumpur dibuang pada saat surut, dan ketika air laut pasang maka akan kembali lagi ke Teluk.

Karena itu, ia mempertanyakan apakah pengerukan di Teluk Kendari sudah mengantisipasi model dinamika pasang surutnya.

“Ini baru dari segi fisik, sedangkan dari segi biologinya yaitu apakah tidak menimbulkan masalah bagi kehidupan ekosistemnya”, kata La Sara.

“Intinya yaitu harus mengetahui terlebih dahulu peruntukkan pengerukan atau penyedotan Teluk Kendari. Apakah untnuk kepentingan pariwisata, perikanan (tambak), atau perhubungan. Karena pendekatannya berbdeda-beda.

Kalau untuk kepentingan perhubungan bisa saja, tetapi tentunya tanpa karena kompleksnya masalah Teluk Kendari mencakup lintas sektoral. Mulai dari Distan, Dishut, DKP, sampai dengan Dinas Tata Kota.Mereka harus melihat permasalahan dan tingkat kepentingan Teluk Kendari, dengan melepaskan ego sektoral. Demi pengelolaan potensi Teluk Kendari.

Selain itu, pendangkalan teluk antara lain disumbangkan dari sungai dan anakan sungai yang bermuara di teluk. Selain itu, disebabkan karena reklamsi pantai, yaitu pasir dan batu yang ditimbun tergerus air hujan dan masuk ke Teluk Kendari, tentu dalam proses yang lama. Kejadian tersebut tentunya sangat mempengaruhi kehidupan di sekitar Teluk Kendari.

“Misalnya berkaitan dengan kepentingan perikanan, pada tahun 1992 lalu potensinya masih besar, sehingga tidaklah mengherankan kalau masyarakat masih sangat menggantungkan kehidupannya pada Teluk Kendari”, kata La Sara.

Menurut ia, pada tahun 1992 potensi terumbu karang di Teluk Kendari masih sangat luas, sesuai dengan hasil penelitiannya dengan salah satu dosen perikanan Unhalu tentang pengaruh kerusakan terumbu karang dengan tangkapan ikan.

“Beberapa tahun kemudian terumbu karang telah tertimbun oleh sedimentasi, akibat kerusakan ekosistem hutan mangrove sehingga menyebabkan organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang seperti ikan karang, crustacea, mollusca mengalami penurunan yang tajam. Yang juga berdampak pada hilangnya mata pencaharian, nelayan”, katanya.

Unhalu pernah melakukan penghijauan Teluk Kendari, tetapi rupanya pemerintah kurang mendukungnya, terlihat dengan tetap maraknya penimbunan hutan mangrove.

Sehingga walaupun penanaman tetap dilaksanakan, tetap tidak ada gunanya. Padahal hutan mangrove berfungsi untuk melindungi garis pantai yang ada di daratan. Sehingga juga menjaga Teluk Kendari.

Jaringan PDAM Hanya Bisa Mencover Sebagian

Kendari Pos 2009-09-04/Halaman 13 Metro Kendari

Oleh: Yenni Yusuf, Kendari

Pemerintah bukannya tak peduli dengan derita warga Lapulu yang selalu hidup dengan kesulitan air bersih. Dana yang tak cukup membuat jaringan yang di bangun sementara ini belum bisa menjangkau semua perkampungan yang memnag butuh suntikan infrastruktur air dari pemerintah.

Dulu sebelum ada iar kemasan air isi ulang, warga hanya mengandalkan sumber air minumnya dari sumur bor. Dengan bergulirnya waktu, fasilitas air bersih yang dibangga-banggakan warga itu pun aus.

Untung saja, mereka yang punya sedikit uang, saat ini mencuci piring buang hajat. Semua itu, untuk mensiati penggunaan air tawar seminim mungkin.

“Pagi-pagi, saya sudah pergi ambil air laut untuk cuci piring. Bilasan pertamanya pakai air asin, nanti bilasan keduanya baru pakai air tawar. Begitu juga, kalau kita buang air besar” ungkapnya.

Nah, sekarang pada tahun 2009 Kelurahan Lapulu beserta dua kelurahan lainnya yakni Abeli dan Pudai kembali mendapat berkah.

Pasalnya ada proyek pengadaan dengan pemasangan pipa PDAM PVC4 dengan nilai pekerjaan Rp 194 juta oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU Kota Kendari.

Sumber airnya nanti berasal dari PDAM Anggoeya. Sewaktu penggalian sementara dalam pengerjaan, warga kelurahan Lapulu berharap bisa segera menikmati fasilitas air bersih setelah sekian lama tidak mendapatkan lagi air bersih dari fasilitas sebelumnya.

Namun harapan itu pupus, utamanya bagi warga yang tinggal di Jalan Dermaga dan perintis setelah tahu bahwa pekerjaan penggalian pipa telah selesai 19 Agustus lalu.

Sementara di lingkungan mereka, belum ada tanda-tanda adanya penggalian pipa PDAM seperti yang diharapkan.

Tapi, apa mau dikata, ternyata Jalan Dermaga dan Perintis beserta beberaap lingkungan lainnya belum masuk dalam daftr penggalian karena terbatasnya dana yang ada.

Menurut Kasi Air Bersih dan Drainase Dinas PU Kota Kendari, Ir Yohanis Tulak, bahwa disisi lain pihaknya akan mencari mata air utnuk bisa mencover semua masyarakat di kecamatan Abeli, dan Poasia.

‘Kalau ada mata air, kita bisa buatkan intake untuk mengairi dibantu dari masyaraakat juga. Seperti yang ada di Kelurahan Tobimeita, itu mata air kita buatkan intake untuk menyalurkan ke masyarakat yang mebutuhkan air bersih”, tuturnya.

Sementara itu, Lurah Lapulu, Sulkarnain S.Sos menjelaskan pihaknya sudah menerima kelurahan dari warga yang kesulitan mendaaptkan air bersih.

Termasuk, soal pemasangan pipa PDAM yang belum mencover semua lingkungan ke kelurahannya.

Ia berharap, semua warganya bisa segera menikmati fasilitas aiar bersih.

Menunggu hingga tahun 2010, memnag bukanlah waktu yang singkat ditengah sulitnya mencari air bersih. Sarmila, salah seorang warga berharap agar pemerintah terkait segera memberi solusi sambil menanti hadirnya PDAM.

Ia juga berharap, kehadiran PDAM secara permanen nantinya tidak memberatkan warga.

“Dengar-dengar, ada biaya pemasangan meteran yang cukup mahal. Katanya sekitar Rp 1 juta. Mudah-mudahan, ongkosnya tidak semahal itu” harapnya.

31 Pendulang Emas Illegal Ditahan

Kendari Pos 2009-09-04/Halaman 5 Bumi Anoa

Kasipute– Aparat kepolisian dan Pemkab Bombana ternyata tak punya kemampuan lebih utnuk mensterilkan zona emas.

Buktinya, aparat Polres Bombana masih berupaya membersihkan kawasan kaya emas tersebut daru susupan pendulang illegal, meski kegiatan penertiban telah beberapa kali dilakukan bersama Pemkab Bombana.

Dari informasi yang diperoleh dari Yan Sultra Indrajaya, Kapolres Bombana, bahwa sampai saat ini pihaknya telah menangani delapan kasus pertambangan emas.

Lima diantaranya merupakan perkara lama sedangkan tiga lainnya kasus baru.

“Dari delapan kasus ini, kami juga menahan para tersangkanya yang berjumlah sekitar 30 orang”, ungkapnya.

Ia menambahkan, personilnya saat ini tengah menggenjot pemberkasan kasus pertambangan itu, termasuk intens melakukan koordinasi dengan pihak kejaksaan.

“Jika kasus ini sukses, dirampungkan, maka tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan tersangka lain”, lanjutnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bombana, AKP Muhammad Sioti, menjelaskan, puluhan pendulang itu ditahan karena mereka melakukan usaha pertambangan tanpa izin  atau mendulang secara illegal sehingga melanggar undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral, dan batu bara dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.

“Mengenai tersangka semuanya berjumlah 31 orang. Rinciannya, lima kasus pertama ada 16 TSK, sedangkan 3 kasus baru ada 15 TSK”, ungkapnya.

Etnis Bajo Memesona di Pesta Rakyat

Kendari Pos 2009-08-31/Halaman 6 Bumi Anoa

Wangi-Wangi– Sebagai bagian Wakatobi, masyrakat Bajo juga tidak ketinggalan menampilkan ciri khas budayanya,

Tarian Duata yang diatrasikan membuat pengunjung terpukau, termasuk para Saileri, dan aktris.

Pesta Adat Duata itu dihelat pada hari ketiga Festival Wakatobi Sabtu (29/8), lalu. Meski cuaca sangat menyengat, tapi tidak menghalangi para pengunjung memadati pekarangan pelabuhan Wanci yang minim tempat bernaung.

Pesta Duata merupakan bagian pengobatan alternatif bagi warga Bajo yang sudah mengidap penyakit selama bertahun-tahun dan tidak bisa lagi disembuhkan dengan upaya medis.

Menurut Ketua Kerukunan Bajo Wakatobi, Mustamin menyatakan, pesta adat Duata berlaku bagi etnis itu seluruh dunia. Mustamin sedikit menyentil, biasanya dalam melakukann pesta Duata, pihaknya menghabiskan 5 juta , tapi prosesi kali ini panitia hanya memberikan dana 3 juta.

Padahal acara ini untuk mempublikasikan kebudayaan Wakatobi kualitas potensi wisata.

“Tapi sebagai bentuk dukungan terhadap Pemkab, apa pun akan kami lakukan. Apalagi potensi wisata merupakan sektor andalan penghasil PAD dan peningkatan ekonomi masyarakat”, ungkapnya.

Prosesi Duata itu dengan setia dihadiri Bupati  Wakatobi, Hugua. Begitu juga wakilnya, Ediarto Rusmin yang masih keturunan Bajo.

Tampak juga Nadine Chandrawinata, Duta Wakatobi, mengikuti rangkaian kegiatan dari awal hingga akhir.

Perambahan Merajela, Banjir Mengintai

Kendari Pos 2009-08-31/Halaman 6 Bumi Anoa

Kolaka–Meningkatnya aktivitas perambahan hutan untuk dijadikan perkebunan di sekitar perbukitan kota Kolaka, menimbulkan kekhwatiran datangnya bencana banjir.

Apalagi bagi warga kota yang kerap menjadi langganan banjir setiap musim hujan. Antisipasi dari instansi terkait seperti Dinas Kehutanan dinilai lamban, Kecemasan tidak hanya dari warga, para pejabat pun tak lepas dari kekhwatiran dan rasa prihatin akan kondisi ini.

Kepala Badan lingkungan Hidup dan Kebersihan (BHLK), Yan Iswan yang ditemui pekan lalu mengungkapkan, banyaknya perambahan hutan disekitar bukit kota menjadi salah satu sebab timbulnya banjir di dalam kota.

Kepala Dinas Kehutana, Abdul Rahim pun tak membantah kenytaan ini. Sejak pekan lalu baru dilakukan operasi rutin pengamanan hutan.

“Jika ditemukan merambaha, akan dipanggil utnuk dimintai keterangan. Sedangkan pemain lama yang sudah sering ditegur petugas, akan diberikan sanksi lebih berat”, ungkapnya tanpa merinci hukumannya.

Untuk diketahui, pada kawasan perbukitan kota terdapat beberapa daerah Aliran Sungai (DAS) seperti Sungai Sakuli, Kolaka, Balandete, dan Sungai Sabilambo yang perlu dijaga.

“Sejak April ini, semua izin pengolahan hutan sudah dihentikan” ungkap Abdul Rahim.

Sebelumnya Kepala Sub Bidang Pengusahaan Pertambangan Umum Distamben Kolaka, Suwarto juga mengakui adanya kegiatan perambahan pasir illegal beberapa sungai dalam kota.

Selain tak berizin, juga berpotensi menimbulkan abrasi. Di Sungai Sakuli misalnya, meski telah berulang kali misalnya, meski telah berualng kali ditegur, kegiatan perambahan pasir masih terjadi.

Padahal disekitar sungai itu terdapat intake PDAM utnuk mengambil bahan baku air. Aktivis Lingkungan Kolaka, Hasrul menilai perhatian para pejabat khususnya instansi terkait masih kurang.

Pembukaan hutan utnuk perkebunan telah lama berlangsung di sekitar perbukitan kota. Sementara pola pembinaan yang diterapkan dinilai belum mampu memberikan efek jera.

Hutan Lindung Dirambah, Cagar Alam Jadi Pemukiman

Kendari Pos 2009-08-28/Halaman 6 Bumi Anoa

Kolaka– Perambahan hutan di Kolaka di ambang degradasi memprihatinkan. Tak hanya kawasan hutan lindung, cagar alam pun pun ternyata tak luput dari perusakan tangan manusia. Beberapa kawasan yang ” haram diolah itu” bahkan sudah menjelang jadi pemukiman dan bersatus desa.

Kurangnya petugas menjadi salah satu faktor lemahnya pengawasan. Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dishut Kolaka, Muchklis Djide mengaku, beberapa areal kawasan cagar alam telah menjadi pemukiman warga.

Misalnya desa Puday, Kecamatan Tanggetada, yang sebagian wilayahnya masuk ke dalam cagar alam Lamedai. Suaka Alam Mangolo juga di duga telah dirambah warga khsusunya yang berbatasan dengan pemukiman.

Oleh instasni terkait, justru telah dibuatkan Perda utnuk pembentukan desa baru.

Kondisi yang sama juga menimpa Taman Nasioan Rawa Aopa Watumohai (TNRW). Beberapa wilayah desa telah masuk di dalam kawasan ini anatra lain, Desa Bou, Lere Jaya, dan Desa Atolano di perbatasan antara Kecamatan Angata (Konsel).

“Untuk penjelasan soal ini (TNRW) merupakan kewenangan Badan Konservasi Sumber Daya Alam  (BKSDA)”, ungkapnya.

Sebelumnya, Anggota DPRD Kolaka, Hasdin Al Djuddawi  menyoroti banyaknya wilayah kawasan hutan lindung yang sudah beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk bahkan telah berstatus desa.

“Seharusnya Pemkab Kola sudah melaporkan ke dewan, terlebih lagi ke Menteri Kehutanan soal alih fungsi hutan untuk mendapatkan izin pinjam pakai kawasan.

Dalam lima tahun terkahir, belum ada laporan tata hutan. Selain Desa Puday  yang masuk cagar alam Lamedai, beberapa areal hutan lindung yang berstatus sedang seperti Pundaipa, Kecamatan Lambandia, Desa Pekores, Kecamatan Ladongi dan beberapa wilayah di kecamatn Uluiwoi. Kawasan itu bukan Areal Penggunaan Lain (APL).